Opini

Pendidikan Pemilih yang dialogis pendekatan demografi

Oleh : Dr.Idrus, SP., M.Si (Ketua KPU Kota Palu)  Pendidikan pemilih dalam penyelenggaraan pemilu maupun pilkada dipahami proses pemberian informasi untuk peningkatan pengetahuan, kesadaran dan perubahan perilaku pemilih agar berpartisipasi aktif di pemilu dan pilkada.  Sasaran pendidikan ini adalah mereka yang masuk kategori pemilih yang usia tujuh belas tahun saat hari pemungutan suara atau belum tujuh belas tahun tetapi telah atau pernah menikah. Syarat menjadi pemilih dituntut ada bukti yang terlihat berupa dokumen KTP el atau kartu identitas yang memuat nama, tempat dan tanggal lahir serta terlihat foto wajah yang jelas.  Karena ada proses interaksi antara pihak yang berkepentingan individu narasumber dan penilih sebagai sasaran, interaksi kedua belahbpihak perlu praktek kesetaraan dan ruang dialog yang lebih luas dan saling memberikan umpan balik.  Dalam teori pendidikan yang membebaskan menurut Paolo feire seorang filosof dan pemikir tentang pendidikan, memberikan  gagasannya tentang pendidikan yang membebaskan dan menolak model pendidikan bergaya bank dimana, guru sebagai nasabah dan murid seperti brankas. Gagasan ini jika kita adopsi dan defenisikan dalam dunia pendidikan pemilih, maka narasumber bertindak seperti fasilitator dan peserta pendidikan adalah pemilih proaktif dan juga dapat memberikan  tanggapan dan masukan bahkan bisa suatu momentum sebagai narasumber dengan sudut pandang lainnya.  Hasil dialog ini kemudian dapat diramu dalam materi yang relevan dengan dunia faktual sesuai kebutuhan peserta, ilustrasinya berilah makanan pada mereka yang lapar, karena orang lapar jika diberikan makanan pasti dia akan lahap.  Selanjutnya jika mengklasifikasi pemilih sebagai sebuah entitas sosial yang bertingkat tingkat dari sisi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, serta pofesinya atau yang biasa dikenal dengan istilah demografi, maka seyogyanya ;  1. Tema-tema pendidikan pemilih di susun berdasarkan kebutuhan demografinya.  2. Tema-tema pendidikan pemilih  disajikan oleh narasumber dengan metode yang berbeda-beda berdasarkan kebutuhan demografi. 3. Hasil-hasil dialog yang terjadi dalam kegiatan pendidikan pemilih tersebut  perlu disusun kembali dalam bentuk rencana lanjutan untuk menjawab kebutuhan pemilih pada kegiatan kedepannya, agar inovasi dapat terwujud daoam praktek, bukan ilusi dan diskusi tanpa aksi.  Karena penyelenggara pemilu dan pilkada meletakkan diri sebagai pemberi informasi sekaligus fasilitator, maka pemilih diharapkan akan merasa bahwa masukan, pendapat mereka dapat di hargai karena diterima,  karena di terima maka kepemilikan akan kegiatan dan menjadi bagian dari program kedepannya, dimana pemilih bisa nerasakan program dapat mewakili kepentingan mereka. Karena mewakili kepentingan mereka maka mereka berpotensi akan aktif sekaligus terbuka untuk ikut memajukan pendidikan pemilih. [Humas KPU Kota Palu, cml/ft cml/ed Idrus]

Komitmen Aktor dalam Kebijakan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan

Komitmen Aktor dalam Kebijakan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan. Oleh : Dr.Idrus,SP.,M.Si (Ketua KPU Kota Palu)   Aktor selalu dikaitkan dengan peran, sehingga banyak konsep yang menjelaskan aktor tertentu akan memainkan peran tertentu. Misalnya, dalam relasi kuasa, aktor digambarkan sebagai individu atau kelompok yang memiliki jaringan kekuasaan, serta memiliki suatu kepentingan tertentu (Krott, 2005). Contoh lainnya dalam implementasi kebijakan, Thompson (dalam Kadir, 2014) menggambarkan bahwa aktor memiliki power dan interest, yang mana setiap aktor akan memiliki peran yang berbeda sesuai tingkatannya. Bahwa dalam proses evaluasi kebijakan, misalnya kebijakan program pendidikan pemilih pada pemilihan kepala daerah terdapat salah satu aspek penting dalam keberhasilan ataupun kegagalan yaitu komitmen aktor.  Komitmen dimaknai keinginan kuat untuk mencapai tujuan, sedangkan komitmen aktor dimaknai individu atau kelompok yang memiliki keinginan kuat untuk mencapi tujuan dari program yang diputuskan dan dikeluarkan sebuah Institusi. Komitmen actor menjadi aspek yang sangat penting mengingat suksesnya pelaksanaan kebijakan yang menitikberatkan pada proses dan dampak yang dihasilkan. Beberapa pendapat ahli mengatakan bahwa kebijakan mempunyai beberapa implikasi, diantaranya  kebijakan tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata, serta Kebijakan ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat. Pelaksanaan kebijakan perlu didukung dengan komitmen aktor, aktor pelaksana memiliki peran untuk melaksanakan suatu kebijakan serta aktor penerima yakni masyarakat akan merasakan dampak yang dihasilkan dari kebijakan itu. Kebijakan pendidikan pemilih pada pemilihan kepala daerah yang diputuskan melalui surat Keputusan komisi pemilihan umum kabupaten kota secara normatif dimaknai proses edukasi dari actor-aktor  yang terlibat (penyelenggara pemilu, pasangan calon, partai politik) kepada actor penerima (masyarakat pemilih) dengan berbagai macam kegiatan yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran pemilih untuk dapat berpartisipasi pada tahapan pemilihan kepala daerah seperti memberikan masukan, dan pandangan serta terlibat aktif untuk memberikan kritik dan pandangan di saat sebelum, saat dan pasca program dilaksanakan. Mulai dari penyusunan program dan kegiatan, pembentukan badan adhoc panitia pemilihan kecamatan, panitia pemungutan suara, kelompok penyelenggara pemungutan suara, serta pembentukan petugas non badan adhoc seperti petugas pemutakhiran data pemilih.  Penyusunan data pemilih sampai penetapan daftar pemilih tetap, tahapan pencalonan peserta pilkada, penetapan nomor urut pasangan calon, kampanye, debat terbuka, tata kelola logistik, sampai aktif untuk datang memilih di tempat pemungutan suara, juga aktif dalam aktifitas pemantau dan pengawas yang mandiri. Pemilihan kepala daerah perlu diketahui juga bahwa posisi netral penyelenggara adalah menjembatani kepentingan pasangan calon agar dipilih oleh sebanyak-banyaknya pemilih, serta kepentingan pemilih dengan menariknya pasangan calon yang dapat mewakili kepentingan pemilih, serta pemilih merasakan secara berdaulat bebas dan merdeka nyaman untuk memilih, penciptaan tempat nyaman dan berdaulat tersebut adalah di bilik suara yang terdapat didalam tempat pemungutan suara (TPS) Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/kota beserta jajarannya di daerah, mitra kerja lainnya,  peserta pilkada dari pasangan calon, partai politik sebagai pintu masuk untuk mengusulkan pasangan calon, serta masyarakat yang memiliki peran penting dalam mengusulkan pasangan calon dari unsur non partai politik. Masyarakat yang kategori pemilih juga aktor yang sangat dinantikan untuk menentukan angka partisipasi pemilih yang tinggi jika beramai-ramai mau datang ke TPS. Pihak-pihak yang tersebut diatas merupakan aktor yang memiliki kekuatan dan kepentingan, yang mana setiap aktor akan memiliki peran yang berbeda-beda  sesuai tingkat kekuatan dan kepentingan mereka (Thompson dalam Kadir 2014). Peran-peran yang dimainkan oleh actor yang terlibat ini secara nyata memiliki tujuan agar sebanyak-banyaknya masyarakat terlibat baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, sampai pada tergeraknya pemilih datang ke tempat pemungutan suara. Diskusi tentang angka-angka partisipasi pemilih disetiap daerah yang hasilnya yang berbeda-beda, ada yang melebihi target nasional dan yang tidak mencapai target, memang diskusi itu harus dibatasi pada angka kuantitatif persentase angka. Mengapa angka kuantitatif agar dapat terukur, walaupun kita sadari juga penting melihat sebab-sebab angka-angka partisipasi itu tercapai dan tidak tercapai agar dapat di evaluasi. Posisi komitmen actor inilah kemudian yang perlu dipertemukan kepentingannya serta di atur standar operasional prosedurnya untuk setiap actor tersebut,  agar memiliki peta jalan untuk saling memperkuat mencapai tujuan yaitu kesadaran pemilih datang memilih di pilkada terus meningkat, usaha itu perlu digagas kedepannya dengan model berkelanjutan, model yang tidak kaku dan terjebak dalam batasan waktu dan siklus yang prosedural tetapi lebih fleksibel dari sisi waktu, materi serta teknis penyajiannya.     [Humas KPU Kota Palu, cml/ft rudy/ed Idrus]  

REFLEKSI PEMILU DAN PILKADA SERENTAK 2024 (Bagian Kedua)

REFLEKSI PEMILU DAN PILKADA SERENTAK 2024 (Bagian Kedua) (Idrus – Ketua KPU Kota Palu) Tahapan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 di Sulawesi Tengah dan Kabupaten Kota di Sulawesi Tengah berakhir,  setelah dilantiknya presiden dan wakil presiden serta anggota DPD serta DPR, DPRD Provinsi serta Kabupaten Kota, selanjutnya telah dilantiknya Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Tengah dan Walikota dan wakil wali kota serta bupati dan wakil bupati yang tidak ada pemungutan suara ulang, serta dilantiknya dua pasangan calon Bupati dan wakil Bupati Parigi Moutong dan Banggai, kedua daerah ini paling akhir karena telah diputus oleh Mahkamah konstitusi (MK), Dimana MK menyatakan gugatan pemohon pasca pemungutan suara ulang (PSU) tidak dapat di terima atau tolak. Olehnya waktu yang tepat untuk refleksi sebagai bahan untuk belajar dari pengalaman yang baik serta memperbaiki yang belum baik. Penataan daerah pemilihan dan jumlah kursi, focus kita ketika jumlah penduduk dijadikan acuan maka potensi membuat masalah di tahapan lain yaitu akurasi DPT dan persentase partisipasi, jumlah penduduk secara administrasi yang tercatat secara dejure berpotensi ada unsur sengaja dibiarkan naik dengan cara tidak aktif menghapus data meninggal dunia serta didaerah urban warga menumpang KK alasan sekolah dan kerja serta investasi asset rumah dan tanah dll. Fokus kita karena dari sisi jumlah penambahan alokasi kursi DPRD begitu kuat. Focus kita terlihatnya data dari pemerintah masih ada elemen RT-RW nol dan alamat tanpa jalan tapi kelurahan/desa saja, serta KPU daerah tidak diberikan otoritas menghapus data meninggal dan tidak di kenal tanpa ada dokumen bukti dukungnya, kondisi ini berimplikasi data menjadi tidak akurat dan secara teknis akan banyak formular c-pemberitahuan tidak terdistribusi karena pemilih tidak dikenal. Focus dibutuhkan dukungan regulasi dan pembiayaan dinas terkait didaerah untuk turun melakukan aktif jemput bola penyelesaian data tidak akurat dan tidak dikenal serta meninggal dunia dengan pemberian langsung akta kematian. Refleksi Perekrutan PPK, PPS dan KPPS, focus kita bahwa jumlah pendaftar PPK dan PPS tidak menjadi masalah di daerah perkotaan kecuali daerah kabupaten tertentu seperti daerah industri karena masyarakat lebih baik menjadi buruh lembur dan harian karena upah yang besar serta menggiurkan. Focus kita KPPS yang memiliki kompetensi dan integritas baik juga menjadi tantangan di semua daerah, namun kehadiran alat bantu sistem informasi anggota KPU dan badan adhoc (SIAKBA) membantu KPU daerah kedepan dalam mendeteksi penyelenggara yang sudah berpengalaman dan tidak bermasalah, sehingga kedepan rekam jejak mudah terpantau. Focus regulasi yang mencantumkan redaksi norma bahwa cukup evaluasi bagi calon badan adhoc yang sudah pengalaman dipertimbangkan lulus  melalui jalur panggilan khusus, termasuk PPK, PPS dan KPPS. Focus kita kedepan soal staf sekretariat Dimana perekrutannya diberikan otoritas ke PPK dan PPS untuk mengeluarkan SK atas nama ketua KPU, menghindari relasi kuasa yang tidak seimbang dalam banyak peristiwa bahwa jika PPK , PPS harus meminta rekomendasi pemerintah kecamatan dan pemerintah  kelurahan ditambah lagi Lokasi kantor sekretariat memakai kantor pemerintah, maka kedepan sebaiknya kantor badan adhoc memakai anggaran sewa. Refleksi pemutakhiran data pemilih, focus kita sumber data yang sudah diperoleh sangat cepat dari pemerintah pusat, tetapi masih munculnya elemen data yang tidak lengkap yakni Alamat memakai nama kelurahan dan desa, RT/RW nol,  kolom alamat KTP/KK tidak menyebutkan nomor rumah, akibatnya pemetaan TPS untuk tujuan efesiensi dan pemerataan jumlah TPS tiap wilayah sulit terjadi, berdampak ke pemilih yang bisa saja terjadi terdata jauh dari TPS, tetapi sisi baiknya DPT sekarang berkat aplikasi system informasi data pemilih (SIDALIH) kegandaan nyaris nol secara nasional. Fokus kita pada kualitas DPT karena jika tidak berkualitas dari sisi jumlah maka menggerus angka persentase pemilih, DPT berposisi sebagai bilangan pembagi.  Focus regulasi data pemilih tentang DPT, DPTb dan DPK diharmonisasi saja UU pemilu dan UU Pilkada, sama seperti kebutuhan harmonisasi pendaftaran pemantau pemilu dan pemilihan di harmonisasikan saja di KPU kabupaten kota saja untuk akreditasinya.  Refleksi Hukum dan pengawasan internal, bahwa pendokumentasian produk hukum khususnya pilkada penting dilakukan termasuk catatan grafik penyelesaiaan aduan pelanggaran etik badan adhoc, PPK, PPS, KPPS, termasuk sebenarnya pengaduan public atas KPU daerah di Bawaslu setingkatnya.  Focus kita beberapa sengketa pemilu legislatif termasuk adanya PSU tentu murni kekeliruan kolektif sebab di setiap TPS dipenuhi oleh saksi, pengawas TPS dan KPPS artinya terdegradasinya kompetensi dan lemahnya keyakinan untuk penerapan aturan di TPS. Focus lainnya adanya penyelenggara yang belum memberikan akses media untuk mendokumentasikan produk hukum foto C-Hasil di setiap TPS sebelum dimasukkan ke kotak suara.  Focus kita gagasan wajib mendahulukan penggunaan penasehat hukum (PH) local setempat,  untuk memastikan serapan APBD bagi profesi PH local serta peruntukan dana daerah kembali ke daerah. Harus dipahami kompetensi dalam praktek beracara juga tergantung jam terbang serta kesempatan yang dibuka oleh penyelenggara pemilu. KPU daerah juga sangat membutuhkan akses PH yang konsisten untuk membela KPU daerah dari setiap pemilu dan pilkada bersikap untuk selalu di barisan KPU daerah bukan berada dibarisan pelapor, pemohon, penggugat dan pengadu (konsistensi sikap). Refleksi Kampanye dan Dana Kampanye, focus kita penunjukan sumber daya manusia partai politik untuk bertindak sebagai admin sistem informasi kampanye dan dana kampanye (SIDAKAM)  terkadang tidak cermat, sehingga KPU di daerah perlu menaikkan level bimbingan teknis karena daya terima dan daya praktek admin yang lemah Fokus kita  substansi dana kampanye adalah keterbukaan buku rekening dan saldo awal, terus pengeluaran dan pemasukan serta dana kampanye termasuk sumbagan, dibagian akhir saldo, untuk mengetahuan kepatuhan dan kewajaran itu, akhirnya diaudit oleh kantor akuntan public (KAP) untuk menyatakan patuh dan atau ada yang belum patuh. Focus kita edukasi dari pengaturan dana kampanye adalah membantu parpol dan calon untuk bercermin guna  perbaikan kedepan dari sisi efesiensi berpolitik. Focus kita tentang regulasi kampanye untuk sinkronisasi penerbitan surat Keputusan tentang area bebas kampanye antara KPU provinsi dan Kabupaten Kota, agar tidak ada aktifitas kurang baik penarikan surat keputusan yang sudah di terbitkan karena tata koordinasi yang buruk internal KPU daerah, yang paling kita jaga jangan sampai surat Keputusan di Tarik karena intervensi peserta pemilu dan pilkada. Fokus kita  perlu peninjauan atas jumlah dan kualitas alat peraga kampanye (APK) dan bahan kampanye (BK) yang terfasilitasi oleh KPU daerah ke peserta, karena kedepan perlu diperhatikan estetika dan kebersihan kota dan kabupaten yang akan menjadi adipura serta kota dan kabupaten yang menyasar pelestarian lingkungan, kita hindari APK dan BK kita menjadi batu sandungan misi pembagunan daerah, kita ganti saja anggaran untuk fasilitasi media online yang lebih murah dan cepat tayang. Focus lainnya menjadi perhatian adalah bagaimana pemungutan suara ulang di wilayah yang terdapat petahana tetapi tidak di atur waktu wajib cutinya, walaupun tidak ada masa kampanye, tetapi ada cela perlakuan tidak setara bagi paslon yang lain, langgar prinsip perlakukan adil. Contoh PSU Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Refleksi pemungutan suara, focus kita pelayanan pemilih di TPS dengan membawa C-pemberitahuan dengan memperlihatkan KTP el/SUKET atau dokumen yang memuat foto,    nama dan tanggal lahir pemilih, hal itu perlu diharmonisasikan dengan praktek penyusunan daftar pemilih tetap, sebab masih adanya petugas dan parpol merasa tidak cukup waktu atas regulasi yang sifatnya mendadak,  dan tidak tersosialisasikan secara tepat sasaran. Fokus lain substansi syarat untuk memilih perlu di atur agar tidak disalahgunakan oleh pemilih yang bermaksud tidak baik.  Focus lain regulasi tentang rekapitulasi C-pemberitahuan yang tidak terdistribusi perlu difikirkan untuk tidak dimunculkan dalam rapat pleno tetapi di tampilan dan diumumkan melalui media resmi sebagai bagian akuntabilitas kerja, walaupun diawal ada riak tetapi itulah fakta yang perlu disampaikan.  Focus kita temuan bahwa rekapitulasi berjenjang tetap saluran resmi, kemudian adanya alat bantu system informasi rekapitulasi (SIREKAP) membuat akuntabilitas perolehan suara saling terkontrol dan kepastian infromasi kepada public akan hasil pemilu dan pilkada lebih cepat.  Focus kita kualitas pemungutan suara dengan angka surat suara (SUSU) yang tidak sah harus rendah, seperti Kota Palu paling sedikit persentase SUSU yang tidak sah,  dimana angka dua persen dari seluruh SUSU terpakai di semua TPS. Refleksi sosialisasi dan pendidikan pemilih, focus kita dari sisi materi kegiatan perlu disusun modul umum yang adaptis atas kebutuhan audience sesuai corak pemilih di kecamatan, agar kedepan pendelegasian kepada PPK dan PPS untuk tampil sebagai narasumber bisa dilakukan, termasuk mobilisasi yang tinggi oleh PPK dan PPS menjangkau lebih banyak pemilih serta merata di semua wilayah, termasuk dimungkinkan disposisi (pemberian wewenang) atas sumber dana dan fasilitas pendukung ke PPK dan PPS. Fokus kita bentuk-bentuk sosialisasi dan pendidikan pemilih menyasar pemilih berbasis keluarga, pemula, muda , perempuan, adat dan bisa bermitra dalam perjanjian Kerjasama dengan lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, BUMN dan BUMD, organisasi masyarakat, kelompok adat, instansi pemerintah, media massa cetak dan elektronik serta online. Jadi focus kita pada kualitas proses disamping tetap mengejar partisipasi pemilih datang ke tps terus naik dari pilkada ke pilkada, walaupun rumus partisipasi perlu dikoreksi kedepan. Tata Kelola logistic dan Gudang, focus kita bahwa dengan pelibatan mitra ketiga yang ahli dibidang distribusi barang terbukti mampu membantu mensukseskan tata Kelola logistic, di Sulawesi Tengah tidak terdapat keterlambatan, dan sisi yang lain perlu dipertimbangkan kedepan anjuran untuk daerah agar KPPS memakai kearifan local bahan (rotan, bambu, tali akar pohon)  dalam pembuatan TPS.  Focus kita mekanisme bahan baku local guna membangkitkan kegotongroyongan namun tetap mengikuti design TPS standar regulasi KPU,  termasuk penggunaan tempat duduk yang perspektif bahan local. Fokus kita gagasan penggunaan kotak suara, bilik suara pemilu ke pilkada langsung tanpa pengadaan baru membantu efesiensi anggaran daerah.     Refleksi tambahan pemanfataan website KPU daerah untuk diisi dengan infromasi pemilu dan pilkada,  serta data-data yang bisa di akses oleh lembaga yang membutuhkan, intensitas ruang untuk menyampaikan fitur opini dan artikel bagi mitra kerja yang memiliki kemauan menulis, tujuan sebagai edukasi penyelenggara pilkada, termasuk maksimalisasi rumah pintar pemilu seperti inovasi podcast untuk sosialisasi dan pendidikan pemilih. Pelajaran berharga bagaimana kasus money politik (barito utara) dan dampaknya yang merugikan masa depan demokrasi serta ancaman serta intimidasi fisik,  serta teror kepada penyelenggara tidak terjadi. Fokus kita termasuk cunter opini dilakukan oleh penyelenggara untuk membantah tuduhan-tuduhan suap dan korupsi yang bisa menurunkan kepercayaan publik.  [humas KPU Kota Palu, cml/ft Rudy/ed Idrus]

REFLEKSI PEMILU DAN PILKADA SERENTAK 2024 (Bagian pertama)

REFLEKSI PEMILU DAN PILKADA SERENTAK 2024 (Bagian pertama) (Idrus – Ketua KPU Kota Palu).  Tahapan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 di Sulawesi Tengah dan Kabupaten Kota di Sulawesi Tengah berakhir,  setelah dilantiknya presiden dan wakil presiden serta anggota DPD serta DPR, DPRD Provinsi serta Kabupaten Kota, selanjutnya telah dilantiknya Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Tengah dan Walikota dan wakil wali kota serta bupati dan wakil bupati yang tidak ada pemungutan suara ulang, serta dilantiknya dua pasangan calon Bupati dan wakil Bupati Parigi Moutong dan Banggai, kedua daerah ini paling akhir karena telah diputus oleh Mahkamah konstitusi (MK), Dimana MK menyatakan gugatan pemohon pasca pemungutan suara ulang (PSU) tidak dapat di terima atau tolak. Olehnya waktu yang tepat untuk refleksi sebagai bahan untuk belajar dari pengalaman yang baik serta memperbaiki yang belum baik. Refleksi pelaksanaan tahapan pemilu dan pilkada, tentu baiknya kita awali dari refleksi internal penyelenggara yakni komisi pemilihan umum daerah, titik fokus pola komunikasi antar komisioner, antar komisioner dengan secretariat, serta komisi pemilihan umum di daerah dengan mitra terkait guna meminimalisir riak-riak. Titik berikutnya sumber daya manusia yang dari sisi kecukupan serta kompetensi perlu terus upgrade dan disegarkan,  agar tidak terus-menerus dalam zona nyaman, kondisi yang bisa menyebabkan minim inovasi, monoton dalam bekerja. Titik focus lainnya merubah secara tahap demi tahap mindset bahwa siapapun aktornya Ketika menjadi penyelenggara semua dapat berkontribusi serta semua bisa menjadikan pekerjaan sehari-hari adalah amal jariah.  Dalam implementasi kebijakan digambarkan bahwa actor memiliki power dan interest sehingga setiap actor memiliki peran berbeda sesuai tingkat kekuatan dan kepentingannya Thompson (dalam kadir 2014), sebaiknya terpatri dalam budaya kerja untuk selalu melayani secara inklusif,  dimana perlakuan sama bagi semua pemilih dan peserta serta mitra lainnya, jika itu adalah pilihan tindakan,  maka fasilitas pelayanan kelompok-kelompok rentan menjadi perhatian untuk dihadirkan serta diusahakan. Titik focus jangka Panjang bertujuan untuk menjadikan KPU Daerah menjadi wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM) seperti yang digagas oleh KPU pusat. Refleksi perencanaan program dan anggaran, titik focus jika pemilu perencanaan dan anggaran berada di KPU pusat sehingga posisi daerah adalah implementor, namun implementor yang kritis, untuk memberikan masukan dan saran, melalui rutinitas penyusunan daftar inventarisasi masalah. Focus berikutnya jika anggaran dan program pilkada tentu KPU daerah mendapat kesempatan dalam menyusun program dan anggaran. Dalam beberapa nilai total dana hibah APBD pada awal pilkada di Sulawesi tengah dan kabupaten kota, terjadi tarik menarik jumlah total, karena perhatian pada daerah hilir, kehilangan perhatian bahkan terkadang abai diskusi tentang proses perumusan program dan anggaran untuk memenuhi prinsip tata perumusan yang baik seperti efektif, efesien, akuntabilitas, partisipatif, keterbukaan informasi, adanya konsensus, dan visi yang strategis.  Focus kita bukan soal jumlah akhir dana hibah tetapi bagaimana perumusan kebijakan anggaran itu dilakukan antara KPU daerah bersama pemerintah dilakukan secara terbuka, hingga di akhir tidak perlu ada riak-riak seperti honor yang belum dibayarkan, tetapi jika perlukan lebih baik lagi mengembalikan dana hibah, karena dana hibah pilkada bisa keliru pengelolaan, dan di beberapa daerah telah ada yang tersangkut hukum, di tahan serta dibui.   Refleksi verifikasi partai politik peserta pemilu, focus kita jangan mengulang lagi adanya masyarakat yang dirugikan dengan pencatutan nama sebagai anggota partai politik oleh oknum pengurus partai, demi pemenuhan prosedural dan target waktu penyelesaian,  tetapi terbukti oleh KPU dengan bantuan aplikasi SIPOL mampu mendeteksi kegandaan dukungan, dan bahkan manipulasi nomor induk kependudukan sama nama berbeda.  Focus lainnya keberadaan regulasi untuk pembaharuan data partai politik melalui norma Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL)  berkelanjutan,  menunggu norma berupa regulasi teknis lanjutannya agar dapat terlaksana.  Focus lainnya substansi dari Sipol berkelanjutan ini membantu semua partai agar dapat memiliki cukup waktu demi lolos menjadi peserta pemilu 2029,  yang utama memberikan perlindungan masyarakat agar tidak diperlakukan secara tidak adil oleh oknum pengurus parpol dengan mencatutan nama, focus lainnya perumusan regulasi baru agar memudahkan parpol dalam pemenuhan syarat, misalnya cukup memastikan syarat pengurus KSB (ketua, sekretaris, bendahara) setiap kelurahan dan satu kantor sekretariat di tingkat kabupaten kota dan ini bagi partai politik yang belum memiliki kursi diparlemen pusat dan daerah. Focus lainnya jika jumlah partai politik untuk berkontestasi lebih banyak menambah daya jangkau pendidikan politik bagi masyarakat sebab, keniscayaan mesin parpol jika bergerak maka pertemuan dengan masyarakat semakin banyak, walaupun kita menerima keluhan bahwa kaderisasi parpol juga belum baik.  Focus lainnya pada tahapan penyusunan daftar calon sementara dan daftar calon tetap.  Partai politik menunjuk secara cermat petugas penghubung (LO) yang komunikatif, akseleratif dan memiliki kompetensi agar semua berjalan lancar dalam memenuhi ketentuan administrasi, guna regenerasi penting anak muda yang fresh. Refleksi pencalonan perseorangan dan parpol, focus kita  di pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten banggai laut, banggai kepulauan, parigi moutong , donggala, sigi, tojo unauna, morowali,  bermunculannya bakal calon dari jalur perseorangan, tentu pertanda baik guna penyajian pilihan menu bervariasi bagi pemilih, sekaligus edukasi bahwa proses berpolitik untuk mendapatkan kekuasaan tidak selalu dijalur partai politik, bahwa masing-masing jalur memiliki kelebihan, focus kita yang utama pemaknaannya,  bahwa jalur perseorangan bukan melemahkan kekuatan partai politik tetapi justru memberikan efek kejut bagi partai politik agar terpacu untuk bekerja dan menang begitu juga sebaliknnya. Focus lainnya penting syarat pencalonan dari jalur perseorangan kedepan perlu dimudahkan lagi, khususnya  dari sisi kuantitaf jumlah dukungan, karena yang perlu dipertimbangkan dan kita sasar kualitas dukungan dan membuka akses calon bisa lebih mudah untuk lolos menjadi calon, sebab studi lain membuktikan adanya pemilih yang jenuh dengan sajian paslon yang itu-itu saja terkesan tidak ada orang lain dan regenerasi kepemimpinan. Focus lainnya paslon yang melalui jalur partai politik juga perlu dipertimbangkan untuk syarat dukungan koalisi dikurangi jumlah kursi,  agar biaya politik terbuka lebih murah karena jumlah rekomendasi parpol berkurang, walaupun ada parpol yang tidak memberikan mahar politik namun ada juga yang bermahar. Substansi bahwa regulasi yang bisa mudah diakses agar regenerasi paslon muncul yang bisa merepresentasekan heterogennya pemilih kita kedepan.  Refleksi paslon petahana, focus kita dikontestasi pilkada ditemukannya pelajaran berharga tentang pentingnya deteksi dini atas peristiwa dimana banyaknya daerah hampir melakukan pelanggaran undang-undang pasal 71 ayat 2 tentang larangan pelantikan  6 bulan sebelum penetapan paslon (sangsi diskualifikasi), peristiwa ini termasuk nyaris terjadi pilgub di Sulawesi tengah, Pilwali di Kota palu, pilbup morowali utara dan poso. Focus kita mitigasi potensi pelanggaran menjadi domain bawaslu,  tetapi posisi KPU daerah dengan tanggungjawab pada kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih, sebab riak-riak pilkada bisa di sebabkan oleh KPU daerah yang tidak cermat, disamping bisa juga karena kelalaian bagian pemerintahan dan hukum di pemda masing-masing [Humas KPU Kota Palu,cml/ft rudy/ed Idrus]

Adopsi Keberhasilan Polresta Palu Membangun Kedekatan dengan Peserta Pemilu

Adopsi Keberhasilan Polresta Palu Membangun Kedekatan dengan Peserta Pemilu.  OLEH : IDRUS, SP, M. Si (Ketua KPU Kota Palu).  Hari Ini Senin, 1 Juli 2024 tepat hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia (HUT POLRI) yang ke 78. Keluarga Besar Komisi Pemilihan Umum Kota Palu mengucapkan Selamat dan Sukses buat Polresta Palu dan Keluarga besar Polri Seluruh Indonesia  Tulisan ini cerita sukses dari kacamata pihak eksternal, sehingga memotret keberhasilan sebuah institusi dari sekian banyak kebijakan yang di keluarkan dapat dilakukan dengan pendekatan internal dan eksternal. Pendekatan eksternal ini dipilih oleh penulis. Penulis sebagai penyelenggara teknis pemilu, yang telah membangun kemitraan kerja bersama Polresta Paku selama 24 bulan dimasa pemilu dan juga bersama stakeholders lainnya mengawal pemilihan umum mulai dari launching 14 Juni 2022 sampai penetapan perolehan kursi dan calon terpilih anggota DPRD Kota Palu 14 Juni  2024. Belajar dari Polresta Palu dibawah kepemimpinan Kombes Pol Barliansyah, SIK., MH dalam sebuah bincang ringan diarea lintasan balap Panggona tepat di hari simulasi pengamanan Pemilu, saat itu Kapolresta mengeluarkan ide "Bagaimana kalau kami Polresta Palu didampingi oleh KPU Palu dan Bawaslu Palu silaturahmi ke kantor masing masing partai politik peserta pemilu tingkat Kota Palu". Ucapnya di hadapan kami dan pimpinan Forkopimda.  Benar adanya  pihak Polresta Palu melaksanakan kebijakan tersebut , dimana KPU dan Bawaslu Kota Palu turut serta dari awal sampai akhir. Kunjungan dilakukan sebelum memasuki tahapan kampanye pemilu, di awali kunjungan ke kantor Partai Amanat Nasional, Perindo, PKN, Buruh, Ummat, Garuda, PKB, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKS, PBB, PPP, PSI, Garuda, Gelora, PDI Perjuangan, dan terakhir partai Hanura. Rombongan Kaporesta Palu bersama jajaran, Komisioner KPU Palu dan Bawaslu Kota Palu di terima oleh pergurus partai tingkat kota, kader partai termasuk calon legislatif masing-masing partai politik.  Mengelola komunikasi ke partai politik dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda adalah tatangan tersendiri, kenapa demikian, tantangannya memastikan bahwa  dapat berlaku setara, salah satunya isi pesan dalam pemaparan dihadapan partai politik harus presisi. olehnya penulis dalam kapasitas sebagai penyelenggara pemilu memastikan informasi yang disampaikan tentang pemilu di kota palu saat itu sama. Begitu juga faktanya Kapolresta Palu, Komisioner Bawaslu Kota Palu mampu menyajikan informasi yang setara disetiap partai politik yang di sambangi. Praktek ini sejalan dengan sebuah riset tentang imparsialitas, menurut Pippa Noris bahwa imparsialitas atau bertindak netral harus dengan membangun kedekatan yang sama dengan peserta pemilu. Hemat penulis konsep diatas setidaknya hampir sama dengan konsepsi Tabayun dalam beragama, berinteraksi sesama anak manusia, yang kira-kira tujuannya membangun cara pandang dan defenisi positif diantara pihak yang bertemu dan berkomunikasi tersebut.  Langkah Kaporesta Palu beserta jajaran jika di amati dampaknya sebelum dan setelah voting day sangat positif, jika kita evaluasi dengan pendekatan kebijakan publik, menurut William N Dunn terdapat beberapa kriteria untuk mengukur evaluasi, dan melahirkan penilaian-penilaian antara lain :  1. Kriteria efektifitas, apakah hasil yang diinginkan tercapai ? .seingat penulis dalam paparan Kapolresta Palu menyampaikan, tugas Polresta Palu dalam mensukseskan pemilu dengan memastikan situasi keamanan, ketertiban didalam masyarakat tercipta termasuk harapan bahwa partai politik dengan pengurus dan kadernya  mendukung harapan itu dengan mengajak jajarannya mensukseskan tahapan kampanye, pungut hitung, rekapitulasi dan penatapan hasil pemilu di Kota Palu. Komunikasi langsung Kaporesta Palu dengan datang, duduk dan bertemu langsung dengan partai politik ditempat masing-masing parpol memiliki efek bahwa kesetaraan dan kepantasan bisa lahir dengan mendekatkan diri kepada sasaran utama yaitu peserta pemilu, harapan lain dari elit partai akan turunkan informasi ke kader partai sampai akar rumput bahwa Polresta Palu dan jajaran mau datang ketempat partai tanpa diminta dan tanpa harus dilayani berlebiban, justru Polresta tidak mau merepotkan tetapi yang utama adalah silaturahim dan diberikan waktu menyampaikan harapan-harapan yang tulus dan terbuka.  2. Kriteria Efesiensi, seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? .Jawabannya kebijakan itu sangat efesien, murah dan cepat, tidak berbelit belit, waktu yang digunakan terukur jumlah partai yang dikunjungi jelas, isi materi jelas waktu selesai tepat waktu karena materi dan pesan sama dari partai pertama sampai partai yang terakhir dikunjungi. Sesi tanya jawab tidak ada agar tidak melebar pada hal yang tidak substansi,  sederhananya kriteria ini tercapai karena kebijakan dikerjakan to the poin. 3. Kriteria Kecukupan, seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Dalam banyak kesempatan problem selama ini adalah jarak peserta pemilu dengan penyelenggara dan pihak polresta nampak ada kekakuan dan disparitas, problem ini nampak bisa selesai dengan kebijakan Polresta Palu dan penyelenggara pemilu turun dan silaturahin langsung ke partai politik.  4. Perataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda? .Materi yang berisi pesan dan harapan dari pihak polresta tentang tugas dan fungsi dalam menciptakan rasa nyaman dan aman melaksanakan penyaluran hak pilih, kondisi ini bagian dari indikator demokrasi baik, karena pemilih, peserta dan penyelenggara dapat dengan bebas dan rahasia menyalurkan haknya di TPS pada pemilu tahun 2024. 5. Kriteria responsivitas, apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu? .Dari kacamata KPU Palu tergambar dengan tidak adanya gesekan fisik dan pengerahan massa yang protes kepada peserta lain, kepada penyelenggara dengan cara inkonstitusional , penyelenggara dengan pemilih , maka mengindikasikan bahwa nilai-nilai diantaranya rasa nyaman dan rasa diperlakukan setara tercipta.  6. Kriteria ketepatan, apakah hasil yang di inginkan benar-benar berguna atau bernilai? bahwa pemilu sebagai arena kontestasi memperebutkan kursi kekuasaan tentu bisa ada ruang terjadi polarisasi atau keterbelahan dimasyarakat dan kelompok sosial masyarakat karena perbedaan pilihan, keterbelahan bisa terjadi, tetapi dengan praktek kebijakan datang bersama, komunikasi terbuka kepada peserta pemilu termasuk menggugah kembali akar nilai-nilai persatuan dimana pentingnya persatuan di tegakkan di Kota Palu, karena persatuan jauh lebih penting dari sekedar hasrat tak terkenali dalam merebut kekuasaan, maka kehadiran Polresta Palu dalam memperliharkan pendekatan yang egalitarian dengan mau serta tulus turun menyapa secara bersama-sama partai politik peserta pemilu dengan mengajak KPU Palu bersama Bawaslu Kota Palu saat itu, maka menggambarkan bagaimana pilihan tersebut adalah  pilihan tepat dimana gayung bersambut penyelenggara sangat terbantu dan terbukti Pemilu di Kota Palu berjalan lancar, daya kritis disalurkan dengan cara konstitusional dan pada akhirnya kita telah menetapkan calon terpilih  DPRD Kota Palu 2024-2029.  Belajar dari pengalaman kebijakan yang baik itu, Pilkada kedepan sepertinya Polresta  Palu di bawah kepemimpinan Kombes Pol Barliansyah, SIK., MH bersama-sama penyelengara pemilu di Kota Palu dapat mengadopsi kembali cerita sukses ini sebelum tahapan kampanye Pilkada 2024. Sekali lagi Tabe, Selamat Hari Bhayangkara Ke-78, Presisi Menuju Indonesia Emas! [Humas KPU Kota palu, cml/ft cml/ed Idrus]

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2024 YANG HUMANIS

Pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) pasca reformasi dimulai tahun 1999, 2004, 2009, 2014, 2019, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat pertama dimulai  tahun 2004, selanjutnya tahun 2009, 2014 dan 2019. Tentu rakyat Indonesia sudah mulai terbiasa dan beradaptasi untuk pemilihan serentak untuk tahun 2024. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 221 bahwa Calon Presiden dan Wakil Presiden di usulkan dalam 1(satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik, pasal 222 bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR RI atau perolehan 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.   Memotret data perolehan kursi pemilu DPR RI sebelumnya artinya hasil pemilu anggota DPR RI 2019 menjadi dasar partai politik dalam mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden untuk pemilu 2024. Adapun komposisi anggota DPR RI sebanyak 575 kursi terbagi sebagai berikut (1) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 58 Kursi, (2) Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) 78 Kursi, (3) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 128 kursi, (4) Partai Golongan Karya (GOLKAR) 85 Kursi, (5) Partai Nasional Demokrat (NASDEM) 59 kursi, (8) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 50 kursi, (10) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 19 Kursi, (12) Partai Amanat Nasional (PAN) 44 kursi dan (14) Partai Demokrat 54 kursi. Total kursi DPR RI sejumlah 575 kursi.   Dilansir dilaman kominfo.go.id berita tertanggal 21/05/2019 berjudul KPU Tetapkan Perolehan Suara Nasional, sebagai berikut ; Partai PDIP memperoleh 27.053.961 suara atau (19,33%), partai GERINDRA 17.594.839 suara atau (12,57%), partai GOLKAR 17.229.789 suara atau (12,31%), partai PKB 13.570.097 suara atau (9,69%), partai NASDEM 12.661.792 suara atau (9,05%), partai PKS 11.493.663 suara atau (8,21%), partai DEMOKRAT 10.876.507 suara atau (7,77%), partai PAN 9.572.623 suara atau (6,84%), partai PPP 6.323.147 suara atau (4,52%), partai PERINDO 3.738.320 suara atau (2,67%), partai berkarya 2.929.495 suara atau (2,09%), partai PSI 2.650.361 suara atau (1,89%), partai HANURA 2.161.507 suara atau (1,54%), partai PBB 1.099.848 suara atau (0,79%), partai GARUDA 702.536 suara atau (0,50%), partai PKPI 312.775 suara atau (0,22%). Total suara sah pileg nasional 139.978.260 suara.   Pemilihan langsung presiden dan wakil presiden tahun 2004 diikuti empat pasangan calon berlangsung dua putaran. Pemilu tahun 2009 diikuti tiga pasangan calon berlangsung satu putaran, dan pemilu tahun 2014 dan 2019 diikuti dua pasangan calon. Bagaimana dengan pemilu 2024 ????, sebagai penyelenggara pemilu penulis tidak dalam kapasitas melakukan prediksi apalagi langkah spekulatif mengomentari kemungkinan peta politik nasional. Tulisan ini bermaksud memberikan pendapat dari sudut penyelenggara tentang sebaiknya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden semakin humanis dengan tidak terpolarisasinya atau terbelahnya rakyat.   Dalam beberapa literature, bahwa humanis adalah manusia yang memanusiakan manusia, dimaknai juga humanis adalah orang yang menjunjung tinggi dan memperjuangkan masyarakat yang mengedepankan asas perikemanusiaan dan mementingkan kepentingan umat manusia. Menurut psikolog Arthur Combs (1912-1999) dalam prakteknya humanis dimaknai setiap orang memiliki kebebasan, dan seseorang tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Teori ini juga sejalan dengan sila keempat Pancasila yang termaktud pada butir keduanya bahwa “tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain”.   Polarisasi atau terbelahnya kelompok menjadi dua bagian, peristiwa ini berawal ketika pemilihan pilpres 2014 saat itu rakyat Indonesia disuguhkan dua paslon, mulai saat kampanye banyaknya berita hoaks dimedia social, kampanye hitam yang mendiskreditkan ruang privasi individu setiap paslon, politisasi agama, pasca voting day gerakan saling hujat dimedia social menggunakan akun palsu dan maniputasi profil akun, dsb, terus berlanjut, saling hina memaki begitu mudahnya, oknum gerakan ekstrimis yang tidak senang dengan bangsa ini, tentu tersenyum dan tertawa terbahak-bahak.    Pasca pemilu 2014, berlanjut ke pilres 2019. Kembali kita rakyat ini disuguhkan dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, keterbelahan kelompok kurang lebih sama terjadi lagi, model komunikasi politik yang mencerdaskan dan saling adu gagasan serta program didebat pilres yang mendidik, adu prestasi paslon tidak mampu merata terdiseminasi ke pelosok negeri, kalah dengan isu hoaks dan kampanye hitam, media social yang seyogyanya menjadi pendekat, pererat serta mengedukasi anak-anak negeri ditunggangi oleh oknum yang hanya ingin menang dengan segala cara , apakah ini yang dimaksud kepribadian Machiavelli ??, tertulis dalam buku berjudul The Prince bahwa penguasa yang kuat harus bersikap keras terhadap rakyat dan musuh mereka dan bahwa kemuliaan dan kelangsungan hidup membenarkan segala cara meski pada setiap perbuatan yang tidak bermoral dan brutal, istilah tersebut juga populer untuk menggambarkan seni menipu dan memanipulasi.   Pasca pilpres 2019, diluar dugaan paslon yang kalah bersedia bergabung dalam Kabinet Presdien Jokowi dan Wakil Presiden KH Maruf Amin periode 2019-2024, tentu kelompok yang terbelah ada yang terkejut , tetapi bagi sebagian  rakyat Indonesia yang memiliki rasionalisasi dan nilai luhur Pancasila serta sudah mampu memaknai butir-butir silanya merespon dengan bahagia, sebuah pertunjukan nilai-nilai kenegaraan dan mendahulukan kepentingan NKRI diatas kepentingan kelompok semata. Pertanyaan lanjutan bagaimana posisi kita dalam menantikan pilpres 2024 ?? Dimana sebaiknya posisi kita guna mencegah benih keterbelahan ini agar tidak semakin meluas dan terpelihara.   Pertama Gerakan Literasi menjadi penting di masifkan, narasi yang mendorong agar para elit yang memiliki kuasa untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden dapat menghindari dua pasangan calon pada pilpres 2024, gerakan literasi yang terus mewacanakan amanat UUD 45 yang salahsatu bagiannya mencerdaskan kehidupan bangsa, bahwa pemilu adalah amanat UU sebagai sarana demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, pemilu lima tahunan ini media penyaringan putra-purti terbaik bangsa untuk duduk memimpin negara, pemimpin yang dihasilkan dari proses yang berkualitas dan berintegritas, gerakan literasi secara kolektif dengan model persuasif bahwa siapa presiden terpilih akan merangkul competitor untuk bersama lagi membangun negeri, gerakan literasi bahwa integritas penyelenggara pemilu, peserta dan pemilih menjadi dasar dalam mendorong pilpres yang humanis.    Model pemilih kita yang beragam kategori, salahsatunya Pemilih Rasional menjadi focus untuk diciptakan dan didorong , karena pemilih adalah penentu suara di bilik, pemilih rasional  ini untuk terus ditingkatnya jumlahnya, melalui edukasi, sosialisasi, pendidikan pemilih, pemilih rasional ini menjadi orang-orang yang tersadarkan bahwa haknya memilih dilindungi kebebasannya , kerahasiaannya, tidak memaksakan pilihannya kepada orang lain, justru harapan besar dipundak pemilih rasional untuk berperan sebagai agen pencegahan perpecahan dan polarasisasi pilpres 2024. Tatangan tentu besar kedepan karena ancaman pendemi covid nyata adanya, sehingga model edukasi kedepan masih akan mengandalkan model hibrib daring dan luring. Cerita  sukses pemilihan/pilkada serentak 2020 tanpa ada cluster penyebaran covid, cerita sukses ini masih tertanam dimemori kolektif penyelenggara, peserta dan pemilih, dan kita harus terus mempertahankannya. Wallahua’lam bishawab.  

Populer

Belum ada data.